Negara-Negara Melanesia & Australia Akui Kedaulatan NKRI


Kunjungan Presiden RI Ke Fiji (Foto: plasa.msn.com)

Jayapura (26/6) – Beberapa hari yang lalu tepatnya 17-19 Juni 2014 Presiden republik Indonesia Bapak Susilo bambang Yudhoyono melaksanakan kunjungan kerja ke negara Fiji. Kunjungan kerja ini dilaksanakan dalam rangka menjalin kerja sama bilateral yaitu kerjasama antar kedua negara tersebut. 


Selama berada di Fiji Presiden RI melakukan 2 agenda kerja utama yaitu : Pertama, melakukan pertemuan empat mata dengan Presiden Fiji Ratu Epeli Nailatikau dan melakukan pertemuan bilateral dengan Perdana Menteri Fiji Voreqe Josaia Bainimarama. Kedua, menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi The Pacific Islands Development Forum ke-2.
Rombongan Presiden RI yang didampingi pula oleh Ibu negara Ani Bambang Yudhoyono dan sejumlah menteri Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II menjadi Chief Guest (tamu utama) pada KTT ke-2 The Pacific Islands Development Forum. 

Selain membahas tentang kerjasama dalam bidang perekonomian, pembangunan, pariwisata dan SDA (Sumber Daya Alam), Presiden RI juga membahas tentang Papua mengingatkan pada organisasi Pacific Island Forum dan Melanesian Spearhead Group (MSG) sering dijadikan sebagai ajang dari Gerakan Papua Merdeka, untuk memberikan dukungan. Alhasil semua pejabat yang hadir termasuk perwakilan negara Australia dalam acara pertemuan tersebut mengakui kedaulatan NKRI dari Sabang sampai dengan Merauke yang didasari oleh New York Agreement dan Pepera (Penentuan Pendapat Rakyat) tahun 1969, menurut mereka ini merupakan legalitas hukum internasional yang tidak boleh dilanggar.

Presiden Fiji Ratu Epeli Nailatikau juga mengemukakan pendapatnya bahwa isu-isu Papua yang digunakan oleh elemen-elemen tertentu untuk mendapatkan dukungan dari MSG itu hanyalah pemanfaatan dari segelintir pengusaha untuk memperlancar bisnisnya saja dikalangan negara-negara Melanesia. (AG)

1 komentar:

  1. tong setuju dengan petinggi2 di melanesia yang mengakui kedaulatan NKRI dari Sabang sampai dengan Merauke yang didasari oleh New York Agreement dan Pepera (Penentuan Pendapat Rakyat) tahun 1969, menurut mereka ini merupakan legalitas hukum internasional yang tidak boleh dilanggar.

    BalasHapus