OPM bagian dari campur tangan Asing
Jika
mendengar daerah Papua pasti jika datang dan berkunjung kedaerah pedalam
merinding mendengar kata OPM, seperti yang sering diberitakan melakukan teror
berupa penembakan kepada masyarakat sipil yang tidak berdosa. Walaupun saat ini
dikenal sebagai pergerakan rakyat Papua untuk memisahkan Papua dari Indonesia
tetapi bila dirunut awal pembentukannya, OPM dibentuk atas dasar keinginan
Belanda untuk meng-Australiakan Papua. Karena itulah timbul gesekan-gesekan
yang sering timbul antar Indonesia dan Australia (campur tangan Belanda).
Sepertihalnya eksekusi mati terhadap terdakwa yang terjerat kasus narkoba. Australia
(campurtangan Belandasejak dahulu menebar “umpan”
yang dikenal dengan OPM diseting
sedemikian mungkin menjadi pemeran utama setiap terjadinya konflik di Papua
sampai sekarang.
Kemunculan
OPM bukanlah merupakan satu organisasi dengan satu satu garis kepemimpinan, namun
kepemimpin dan pendukungnya berbeda beda dan saling terpecah. Antar yang satu sama lainnya. Masing-masing memiliki cara
yang berbeda dalam usahanya untuk memisahkan Papua dari Indonesia. Seperti
halnya militan bayaran yang dibayar dan di suplay kebutuhannya dari negara
asing yang ingin menguasainya.
Terdapat
dua versi OPM selama ini mereka lakukan yaitu Kelompok Kriminal Bersenjata
(KKB) atau kelompok-kelompok versi politik OPM yang banyak berada di dalam maupun
luar negeri.
Kelompok-kelompok OPM Faksi Militer
Kelompok
yang sering dibahasakan sebagai KKB ini, memiliki banyak kelompok dengan masing-masing
pimpinan. Kelompok ini sering menamakan diri mereka sebagai TPN-PB (Tentara
Pembebasan Nasional Papua Barat). Kelompok-kelompok ini menganggap bahwa
merekalah OPM yang sejati, bahkan Puron Wenda, salah satu pimpinan KKB di
wilayah Lanny Jaya mengatakan kekecewaannya bahwa Jokowi seharusnya berdialog
dengan mereka, bukan dengan tokoh-tokoh lainnya seperti Pdt Socratez Yoman.
Alasan
utama kenapa kelompok ini mengklaim bahwa merekalah OPM sejati adalah karena kelompok
ini berada di Papua, utamanya di pedalaman-pedalaman Papua. Sehingga mereka
mengklaim bahwa merekalah yang mengetahui dan memperjuangkan nasib rakyat Papua
serta murni dari kepentingan-kepentingan asing. Walaupun keberadaan mereka
memang berada di pedalaman Papua, tetapi kepedulian mereka terhadap nasib
rakyat Papua itu sendiri sangat dipertanyakan. Contohnya dapat dilihat
baru-baru ini, tanggal 30 Januari 2015 lalu 20 orang anggota KKB pimpinan
Puron Wenda dan Enden Wanimbo menembak para pekerja jalan di Kampung Popome,
Distrik Popome, Lanny Jaya. Anggota KKB pimpinan Puron Wenda membakar 2
Eskavator dan menembaki 10 pekerja jalan dari PT. Nirwana yang ada di sekitar
alat berat yang dibakar. Dua pekerja orang asli Papua tertembak, Gurik Murib
(25) mengalami luka tembak di lengan kanan dan Markus (26) operator ekskavator
terkena mengalami luka di bagian kepala, terkena serpihan peluru.
Besoknya,
tanggal 31 Oktober 2014, melalui media Suluh Papua, terkait penembakan ini
Puron Wenda mengatakan bahwa ia meminta referendum dan ia juga menolak
pembangunan di Lanny Jaya. Puron menuntut agar pemerintah daerah Papua tidak
membuat jalan-jalan di Lannya Jaya, karena ia menganggap pembangunan jalan di
Lanny Jaya tersebut akan mengganggu markas OPM di Lanny Jaya. Aksi penembakan
dan pembakaran yang ia lakukan adalah usahanya untuk memagari markasnya di
Lanny Jaya. Bila melihat dari tuntutannya, aksi penembakaan dan pembakaran yang
dilakukan Puron Wenda dan kelompoknya ini tidak memperhatikan nasib rakyat
Papua di Lanny Jaya yang membutuhkan pembangunan-pembangunan infrastruktur
seperti jalan yang layak. Puron dan kelompoknya lebih memilih mengamankan
kepentingan kelompoknya sendiri dengan mengorbankan kepentingan rakyat Papua di
Lanny Jaya.
Kelompok OPM versi Politik
Ada
belasan organisasi yang berada dalam kategori ini, beberapanya berada di Papua,
tapi kebanyakan berada di luar negeri. Ada West Papua National Council (WPNCL)
pimpinan Andy Ayamiseba di wilayah Pasifik Selatan, ada Free West Papua
Campaign (FWPC) pimpinan Benny Wenda di beberapa negara di Eropa, ada West
Papua National Authority (WPNA) pimpinan Jacob Rumbiak di Australia, ada KNPB
(Komite Nasional Papua Barat) dan ada NRFPB (Negara Republik Papua Barat) di
Papua serta kelompok-kelompok lainnya yang lebih kecil.
Dalam
OPM versi politik ini seringkali menebar isu dan fitnah yang belum tentu
kebenaranya melalua media masa baik cetak dan elektronik untuk menghasut
mejadikan topik yang diangkat menjadi topik perbincangan di mata dunia
internasional seperti kejadian belum lama-lama ini menuntut penuntasan kasus di
Paniai. Selain itu kelompok-kelompok ini tidak pernah mengakui keberadaan
kelompok-kelompok OPM faksi militer karena pergerakan keompok-kelompok OPM
faksi militer seringkali melakukan pelanggaran HAM, padahal kelompok-kelompok
faksi politik OPM sering menggunakan isu pelanggaran HAM. Sedangkan
pimpinan-pimpinan kelompok OPM versi militer juga menganggap bahwa kelompok versi
politik OPM sebagai pengecut karena hanya berani “berjuang” di luar negeri, bergelimangan
kemewahan dan kenyaman. Berbanding terbalik dengan versi militer yang
dilingkupi dengan kesusahan dan penderitaan di tengah hutan bergerilya
keluar-masuk hutan.
Gaya
hidup tokoh-tokoh OPM faksi politik pun sering mendapat sorotan. Seringkali
mereka dengan frontal menunjukan kemewahan hidup mereka di luar negeri lewat
foto-foto lewat jejaring sosial yang begitu kontras dengan kehidupan orang
Papua di pedalaman. Para tokoh ini sering mengatakan pada dunia internasional
bahwa mereka adalah pembela nasib orang Papua yang hidup dalam keterbelakangan,
tetapi mereka sendiri begitu nyaman mempertontontkan kehidupan mewah mereka di
luar negeri.
Image
yang mereka bangun selama ini sebagai OPM sejati yang berniat memisahkan Papua
dari Indonesia demi rakyat Papua setidaknya selama ini adalah bualan belaka.
Ketidak pedulian terhadap nasib rakyat Papua, arogansi bahwa kelompoknya lah
yang paling benar dan mengatasnamakan kepentingan kelompok dan pribadinya
sebagai kepentingan rakyat Papua, menjadi ciri kelompok-kelompok versi militer
dan versi politik OPM.
0 komentar: