Jayapura - Baru-baru ini santer pemberitaan mengenai Organisasi-organisasi
kemasyarakatan yang menjadi fokus perhatian pemerintah, adapun tindakan mereka
dinilai sebagai tindakan radikal mengatasnamakan Agama. Tercatat lebih
meningkat perkembangan ormas berlatar belakang agama dari tahun-tahun
sebelumnya, terutama perkembanganya dilandasi dasar takfiri (mengkafirkan orang
lain), radikalisme, mengajak orang untuk bergabung ke dalam ISIS. Sedangkan di
Papua sendiri terdapat Ormas yang setiap kegiatannya melanggar norma-norma
hukum dengan melakukan tindakan Anarkis seperti yang dilakukan Komite Nasional Papua Barat (KNPB).
Beberapa waktu yang lalu Kepala Kepolisian Daerah
Papua Inspektur Jenderal Yotje Mende mengusulkan pembubaran organisasi Komite
Nasional Papua Barat ke pemerintah daerah setempat. Organisasi itu dinilai
membuat banyak kegiatan yang meresahkan warga dan terlibat konflik dengan
aparat keamanan beberapa tahun ini.
Puncaknya terakhir, Komite Nasional Papua Barat (KNPB) kembali terlibat aksi bentrokan
dengan aparat keamanan di Deikai, ibu kota Kabupaten Yahukimo, Kamis (19/3). perampasan
senjata milik Kepala Satuan Intelkam Polres Yahukimo saat pembubaran aksi
penggalangan dana Komite Nasional Papua Barat (KNPB) di Dekai, Kabupaten
Yahukimo, Kamis (19/3/2015). Dalam kejadian ini, sejumlah warga sipil terluka
akibat penyerangan yang dilakukan oleh ratusan massa KNPB Konflik menyebabkan
20 orang luka-luka. Sebanyak 300 keluarga pun mengungsi ke Markas Kepolisian
Resor Yahukimo dan masjid.
Menurut pandangan saya berkaca dari
kejadian-kejadian selama ini, tidak sependapat jika dilegalkannya ormas-ormas
etnis dan primordialisme yang tumbuh dan berkembang padaakhirnya hanya akan
memicu konflik etnis, bahkan pada akhirnya merembet ke konflik Sara. Bila sudah
isu etnis dan sara yang diwacanakan, maka siap-siaplah terjadi perang saudara,
lalu berjatuhan korban masyarakat yang tak berdosa. Lantas siapa yang
dirugikan? Ya, kita semuanya.
Kebebasan Ormas seperti KNPB tanpa takaran justru hanya akan merusak tatanan, tatanan
budaya dan sosial kemasyarakatan. Namun, hal itu jarang ditanggapi bahkan
cenderung diacuhkan oleh para pengambil kebijakan. Mereka baru akan mengambil
sikap bila sudah terjadi konflik yang tak bisa lagi dielakkan. Bilamana sudah
banyak menelan korban. Lantas pertanyaannnya? Apakah ormas itu mewakili
aspirasi masyarakat ataukah hanya menjadi alat mencapai kekuasaandengan jalan
memberi sokongan dana dalam memuluskan jalan dalam menempati jabatan strategis?
Mengapa ormas-ormas “Premanisme” berkedok primordialisme pun direstui dan
dilegalkan?
Ya, barangkali disanalah menurut mereka terdapat
sebuah kekuatan sekaligus kelemahan yang bisa dimanfaatkan. Bila ada yang
berkepentingan tinggal dibayar, maka selesailah urusan. Semoga menjadi renungan
dan perhatian kita bersama demi terwujudnya keadilan dan kedamaian di wilayah Papua
yang kita cintai bersama. jangan
mudah terpancing isu yang tidak benar, lebih baik mengutamakan persatuan dan
kesatuan.
0 komentar: