MAHASISWA & WARGA KUMPUL KOIN BAGI KORBAN DEMO ANARKIS KNPB

foto : ilustrasi tabloidjubi.com
Tindakan kekerasan yang dilakukan oleh pendemo anarkis KNPB terus terjadi di Tanah Papua ini telah menggugah keprihatinan sejumlah kalangan. Di antaranya adalah kalangan mahasiswa Universitas Cenderawasih (Uncen) di Abepura, Jayapura. Menyikapi aksi unjuk rasa anarkis kelompok pendukung Papua Merdeka pada akhir November lalu yang berujung tewasnya seorang tukang ojek (Syamsul Muarif), Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Uncen melakukan aksi pengumpulan koin untuk disumbangkan kepada keluarga korban.
Aksi kemanusiaan itu tentu patut diapresiasi mengingat korban yang tewas adalah orang orang kecil yang sehari-hari mengais rezeki sebagai tukang ojek di daerah Abepura untuk menghidupkan istri dan tiga orang anaknya. Korban kebetulan sedang berada di dekat tempat berlansungnya aksi demo kelompok KNPB (Komite Nasional Papua Barat) yang menuntut referendum ulang untuk menentukan status politik Papua dalam NKRI. Tercatat 11 warga yang tengah melintas di tempat itu terluka akibat terkena lemparan batu dari para pendemo dan tikaman senjata tajam. Syamsul Muarif adalah salah satu dari 11 korban itu. Ia akhir meninggal dunia setelah dirawat intensif di RSUD setempat. Korban berusia 61 tahun meninggal dengan luka robek pada kepala bagian belakang akibat dilempar batu, luka tusuk pada dada bagian kiri dan paha kiri akibat tusukan senjata tajam massa demo.
Mahasiswa Uncen juga mendatangi Markas Polda Papua menyampaikan dukungannya kepada Pimpinan Polda atas upaya penegakan hukum yang tengah digalakan Polda Papua saat ini dalam rangka menciptakan Papua sebagai Tanah Damai. Kepada Polda mereka mendesak agar segera mengungkap aktor intelektual dari aksi tersebut. Menurut mereka, Buchtar Tabuni dan Wim R. Medlama (Ketua Umum dan jubir KNPB) harus mempertanggung jawabkan aksi yang telah merugikan kepentingan umum itu. http://zonadamai.com/2013/12/09/polda-ditantang-tangkap-aktor-intelektual-knpb/
Dukungan kepada Polda Papua juga datang dari Ketua Lembaga Adat (LMA) Papua, Lenis Kogoya. Menurutnya, Polda Papua sudah bertindak sesuai prosedur adat dalam melindungi masyarakat. Tindakan kepolisian dalam mengamankan oknum pengganggu kemanan sudah sesuai dengan prosedur yang berlaku. Polisi hanya ingin melindungi warga dari kelompok yang ingin merusak atau menggangu keamanan masyarakat.
“Kepolisian hanya melaksanakan tugasnya yaitu melindungi rakyat, jadi mereka sudah bertindak sesuai dengan adat, kasih dan budaya,”kata Kogoya.http://papuapost.com/2013/12/lma-papua-polda-sudah-bertindak-sesuai-adat/#comment-9039
Dasar Hukum Tindakan Polisi
Sebelumnya, seorang petinggi gereja Baptis Papua, Pdt. Socratez Sofyan Yoman mengatakan, pelarangan atas unjuk rasa berbau ‘Papua Merdeka’, sejatinya telah membekukan ruang berdemokrasi rakyat dalam menyampaikan aspirasi. Bila dibatasi, justru akan makin memperkeruh persoalan Papua.
Di luar negeri, bendera Bintang Kejora berkibar dimana mana, itu telah memperkenalkan Papua, jadi, untuk menyelesaikan masalah Papua, butuh dialog damai, dialog yang jujur, setara antara pemerintah Indonesia dengan Papua difasilitasi pihak ketiga, silahkan polisi urus BBM, korupsi dan lain-lain, intinya penjahahan diPapua harus diakhiri,” tegas Yoman. http://papuapost.com/2013/12/demo-papua-merdeka-jangan-dilarang/
Dalam sebuah kesempatan coffee morning Kapolda Papua dengan insan pers di Papua belum lama ini, Kapolda Papua Irjenpol Drs. M. Tito Karnavianmengungkapkan, dasar hukum kebebasan menyampaikan pendapat di muka umum telah diatur dalam UU Nomor 9 Tahun 1998. Sehingga jika sebuah unjuk rasa bertujuan untuk memisahkan diri dari NKRI, tentu telah melanggar UU.
“Tugas kita untuk memfasilitasi supaya penyampaian pendapat berjalan lancar, tapi harus dipahami pula bahwa ada pembatasan terkait materi demo, khususnya KNPByang jelas-jelas bertentangan dengan UU karena mengarah pada perpecahan keutuhan dan persatuan bangsa, track record mereka juga selama menggelar aksi (kerap) meresahkan masyarakat,”
Sebagaimana diatur dalam Pasal 6 UU No. 9 Tahun 1998, lanjutnya, bahwa setiap warga negara dalam menyampaikan pendapat di muka umum, berkewajiban dan bertanggung jawab untuk menghormati hak-hak orang lain, menghormati aturan moral dan etika yang berlaku di masyarakat umum, menaati hukum dan ketentuan perundang-undangan, menjaga keamanan dan ketertiban, serta keutuhan persatuan dan kesatuan bangsa.
“Pawai, demo, mimbar bebas dan lain lain tentang pemberantasan korupsi, rencana kenaikan BBM, tak ada masalah karena tak melanggar batasan. Tapi bila demo mengangkat isu kemerdekaan, jelas melanggar, seharusnya adalah menjaga keutuhan persatuan dan kesatuan bangsa,” kata Kapolda.

0 komentar: