PENTOLAN KNPB JADI DPO, HARI HAM DI PAPUA AMAN
DPO Polda Papua, Wim Rocky Medlama dan Buchtar Tabuni (majalahselangkah.com) |
Hampir setiap tahun,
perayaan Hari HAM se-dunia (10 Desember) di Papua selalu diwarnai aksi
demo. Tak jarang aksi-aksi jalanan itu berujung ricuh, bahkan
menimbulkan korban jiwa. Namun kali ini, Hari HAM sedunia di Bumi
Cenderawasih berlalu tanpa insiden. Itu lantaran dua tokoh organisasi
ilegal KNPB (Komite Nasional Papua Barat) yaitu Buchtar Tabuni dan Wim Rocky Medlama
telah ditetapkan menjadi DPO (Daftar Pencarian Orang) Polda Papua.
Keduanya sudah dihimbau Polda untuk menyerahkan diri guna
mempertanggungjawabkan keterlibatan mereka mengorganisir massa KNPB pada
aksi demo 26 November 2013 di Abepura yang berakhir rusuh dan
menewaskan seorang tukang ojek bernama Syamsul Muarif (61 tahun). http://hukum.kompasiana.com/2013/12/09/mahasiswa-kumpul-coin-untuk-korban-demo-rusuh-614986.html
Dalam perayaan Hari
HAM di Papua kemarin (10/12/2013), hanya ada satu kelompok massa sekitar
50 orang dari GEMPAR (Gerakan Mahasiswa, Pemuda dan Rakyat) berunjuk
rasa di depan gerbang Kampus Universitas Cenderawasih (Uncen) Abepura.
Semula mereka akan melakukan aksi long march dari Abepura ke
kota Jayapura (sekitar 15 Km) untuk memperingati Hari HAM Se-Dunia di
Komnas HAM Papua dan DPR Papua. Guna menghindari macet, Polresta
menawarkan mobil truck untuk mengangkut massa demo tersebut dari Abepura
ke Jayapura. Tetapi tawaran itu ditolak dan mereka hanya berorasi di
depan gerbang kampus Uncen hingga bubar.
“…kita sudah
fasilitasi kendaraan untuk diantar ke Komnas HAM dan DPR Papua melalui
jalan alternatif guna menghindari kemacetan. Tetapi dari massa pendemo
(Gempar) tidak bersedia,” tukas Wakapolresta Jayapura AKP Kiki Kurnia.
Akan tetapi dalam
konferensi pers di Sekretariat KontraS Papua, Selasa sore (10/12/2013)
koordinator aksi GEMPAR Alfa Rohrohmana mengatakan polisi telah
menghalang-halangi aksi mereka dan bahwa ruang demokrasi di Papua telah
ditutup rapat-rapat oleh aparat kepolisian. http://bintangpapua.com/index.php/lain-lain/k2-information/halaman-utama/item/11289-gempar-gagal-demo-ke-komnas-ham-dan-dprp
Komentar Alfa
Rohrohmana itu adalah representasi dari cara pandang para aktivis Papua,
termasuk kelompok pendukung Papua merdeka. Padahal tindakan Polisi
sudah mempertimbangkan kemungkinan-kemungkinan terburuk bagi ketertiban
umum dan kenyamanan aktivitas warga. Contohnya aksi massa KNPB pekan
lalu yang menewaskan warga lain yang tak ada sangkut pautnya dengan aksi
demo tersebut. Jika dibiarkan bisa saja rusuh, tetapi diatur malah
balik menuding dengan macam-macam argumen yang tidak berdasar. Sama
halnya ketika kegiatan yang berbau separatis dilarang oleh
undang-undang, tetapi ketika Polisi menegakkan aturan itu, para aktivis
mencerca polisi dan pemerintah telah melanggar HAM orang Papua untuk
merdeka.
Pola pikir seperti inilah yang masih dianut oleh pentolan KNPB Buchtar Tabuni dan Wim
Rocky Medlama. Organisasi sayap politik OPM ini menggelar demo menuntut
hak untuk memisahkan diri dari NKRI melalui referendum ulang. Aksi itu
jelas-jelas bertentangan dengan UU. Organisasi yang menggelarnya pun
belum terdaftar di Pemprov setempat. Polisi menyebutnya ormas ilegal.
Maka wajar kedua tokoh itu dijadikan DPO ketika aksi mereka berakhir
ricuh dan menewaskan seorang warga sipil serta melukai belasan warga
lainnya.
Apakah kedua tokoh
tersebut masih mau berlindung di balik HAM ketika aksi mereka telah
menyebabkan HAM orang lain yang tercabut? HAM hanya bisa
digunakan oleh orang yang menghormati HAM. Tetapi ketika seseorang
melakukan aksi kerusuhan, berarti ia telah melepaskan HAM-nya dan
menjadi seorang kriminal. Sayangnya prinsip ini belum banyak dipahami, termasuk oleh mereka yang mengaku aktivis pembela HAM sekalipun. [***]
Oleh : Kanis WK
0 komentar: